Serupa Namun Tak Sama
Lagu tegal ijo budhoyo sebagai refleksi dan kontroversi dalam eksistensinya
Desa Sumberan kampung Tegal Ijo Budhoyo kini dikenal sebagai desa mandiri dengan menjunjung nilai-nilai tradisi budaya, terikat erat dengan aransemen musik yang khas, yaitu Lagu Tegal Ijo Budhoyo yang dipersembahkan oleh Grup Gejog Lesung, muncul sebagai ciri khas yang merefleksikan kebudayaan dan identitas masyarakat setempat. Namun, dibalik harmoni tersebut, terdapat perdebatan menarik seputar asal-usul terciptanya lagu tegal ijo budhoyo, yang akhirnya menciptakan sebuah dinamika unik dalam ruang lingkup masyarakat desa Sumberan. Beberapa penduduk melihat lagu tegal ijo budhoyo sebagai cerminan sejati dari kehidupan dan nilai-nilai di Tegal Ijo Budhoyo, sementara lainnya berpendapat bahwa lagu tersebut mungkin terdapat unsur plagiarisme karena dalam faktanya lagu tegal ijo budhoyo merupakan sebuah gubahan dari lagu Parangtritis ciptaan Mantous. Fenomena inilah yang menggambarkan kompleksitas dalam proses komodifikasi, di mana suatu warisan budaya menjadi komoditas yang dapat dipertukarkan.
Oleh karena itu kehadiran tim PKM Kagesung selaku perwakilan dari jurusan etnomusikologi isi Yogyakarta ingin membantu masyarakat desa Sumberan untuk memecahkan dan memberikan solusi terbaik untuk permasalahan ini. Mereka tidak hanya menciptakan aransemen yang memikat, tetapi juga mengalami perjalanan komposisi yang melibatkan re-kreasi, improvisasi, konstruksi komunal, bendmark, transposisi, dan nilai karakteristik. Melalui proses ini, lagu Tegal Ijo Budhoyo mengalami transformasi yang mendalam, menggambarkan jalinan yang rumit antara seni, budaya, dan ekonomi.
Perbedaan yang sangat signifikan diantara kedua lagu tersebut ialah, terletak pada penggalan setiap lirik yang sangat jauh berbeda, penggunaan beberapa instrument yang berbeda, serta makna yang tersaji pun berbeda pula. Analisis sonifikasi menjadi kunci untuk menemukan data intramusikal yang mendukung konsep komodifikasi fungsi. Dengan melihat sistem frekuensi fundamental dan interval ambient sonic, Grup Gejog Lesung mampu menciptakan suatu harmoni yang tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga merubah wajah desa sumberan, memberikan desa tersebut identitas baru sebagai pusat seni yang mandiri.Perubahan perilaku masyarakat lokal, yang diilustrasikan melalui konsep eco-evolusi behaviour, menjadi faktor kunci dalam mengubah desa gombal menjadi desa mandiri berkesenian. Transformasi ini bukan hanya mengubah landscape kultural, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi melalui jaringan kerjasama dengan pihak ekonomi kreatif.
Dengan demikian, lagu Tegal Ijo Budhoyo tidak hanya sekadar harmoni yang tersaji dalam sebuah karya, tetapi juga merupakan pilar yang membangun dan membentuk identitas masyarakat Tegal Ijo Budhoyo. Meskipun perdebatan seputar asal-usulnya terus berlanjut, tidak dapat disangkal bahwa musik ini telah menjadi kekuatan yang mampu menciptakan harmoni dalam masyarakat dan mengubah arah perkembangan desa menjadi lebih baik lagi.